Mantan pelaksana tugas Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay, mengatakan KPU tidak perlu khawatir menghadapi gugatan jika mendiskualifikasi calon peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang menjadi tersangka korupsi
meski belum ada putusan berkekuatan hukum tetap. Calon peserta kepala
daerah yang menjadi tersangka masih punya hak dipilih jika memang
diputuskan tidak bersalah.
Hadar mengatakan calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi masih bisa diganti. Dengan catatan, kata penggantian itu dilakukan sebelum 30 hari dari pemungutan suara. "Masih memungkinkan," tuturnya.
Namun menjadi pengecualian jika calon berkasus hukum dan ditahan atau ditangkap. Hal itu merupakan situasi yang terjadi di luar kekuasaan calon kepala daerah. "Jadi pasal itu (yang membolehkan tersangka tetap maju di pilkada tidak berlaku," ujar Hadar. Calon kepala daerah bisa diganti tanpa dikenai sanksi. Untuk menggantinya, hanya diperlukan surat dari otoritas, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, atau pengadilan.
Menurut Hadar, KPU punya kewajiban agar masyarakat memilih calon yang bersih. Pemilih juga mempunyai hak mendapatkan informasi calon yang mereka pilih, termasuk kasus hukum yang membelit peserta pilkada. "Itu perlu diperhatikan," ucapnya.
Anggota KPU, Ilham Saputra, mengatakan lembaganya tidak bisa merevisi Peraturan KPU mengenai calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi. "Bagi kami rawan sekali. Di KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) ada asas praduga tak bersalah," tuturnya.
Menurut lham, calon kepala daerah yang tertangkap tangan karena korupsi statusnya masih menjadi tersangka. Penetapan bersalah atau tidak masih dalam proses persidangan sampai mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga KPU akan tetap membolehkan para calon kepala daerah mengikuti pilkada 2018. “Karena undang-undang membolehkan,” kata Ilham.
No comments:
Post a Comment