Berbagai narasi yang provokatif dan memicu kebencian harus diwaspadai di masa pandemi Covid-19 karena menjadi salah satu penanda bergeliatnya potensi terorisme.
Di sisi lain, semua pihak harus berupaya agar penanganan Covid-19 terutama dari perspektif ekonomi dapat dilakukan dengan baik, sehingga tidak semakin memperlebar ketimpangan sosial.
Demikian benang merah yang mencuat pada Dialog Virtual Nasional “Menilik Peluang Radikalisme dan Terorisme di Era New Normal” yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Barat, Kamis, 18 Juni 2020.
Dialog yang dibuka Ketua FKPT Jabar Yaya Sunarya, SH, MM itu menghadirkan narasumber Brigjen Pol Ir Hamli, ME (Direktur Pencegahan BNPT), Prof Dr H M Solehuddin, MPd, MA (Rektor Universitas Pendidikan Indonesia), Dr Hj Ineu Purwadewi Sundari, SSos, MM (Wakil Ketua DPRD Jabar), Prof Dr H Suyatno, MPd (Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung), Dr Drs H Raden Iip Hidajat, MPd (Kepala Kesbangpol Jabar).
Selain itu juga ikut memberikan saran para pembahas yang merupakan para kepala bidang di FKPT Jabar.
Mereka adalah Dr KH Utawijaya Kusumah, MSi, MM, Drs H Jamjam Erawan, Dr Leni Anggraeni, MPd, Dra Hj Euis Badriah Nur Asikin, MMPd, Drs Abdul Rofe Taufik Umar, MMPd.
Dialog virtual nasional ini diikuti oleh 1.401 peserta, yang terdiri dari guru, dosen, PNS, mahasiswa, swasta dan dari perwakilan organisasi masyarakat di Indonesia.
Dalam paparannya, Hamli mengungkapkan masa pandemi dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta work from home (WFH), dimanfaatkan kelompok radikal terorisme dengan meningkatkan propagandanya di dunia maya.
“Bahkan, kelompok radikal terorisme tidak berhenti di internet, mereka menyerukan serangan teror mumpung pemerintah sibuk menangani Covid-19. Oleh karena itu , seluruh lapisan masyarakat, mesti selalu diedukasi sebagai upaya memberikan upaya kekebalan atau vaksin kepada seluruh pemangku kepentingan melawan serangan virus ideologi radikal dan penetrasi kelompok terorisme di masa pandemi,” ungkap Hamli.
Lebih lanjut, Hamli menengarai adanya kelompok teroris yang memanfaatkan pandemi corona sebagai waktu yang tepat untuk menebar teror.
“Kelompok teroris harus terus diwaspadai. Kita masyarakat menganggap situasi pandemi ini sebagai ujian. Akan tetapi kelompok teroris berbeda. Mereka merasa ini waktu tepat untuk menyerang karena masyarakat takut Corona. Kemudian, atensi aparat dan pemerintah tertuju kepada penanganan pandemi Covid-19,” katanya.
Ketidakadilan
Sementara itu, Prof Suyatno menegaskan, gerakan radikalisme dan terorisme tidak muncul dengan sendirinya. Salah satu pemicu hadirnya bibit radikalisme adalah situasi ketimpangan atau ketidakadilan ekonomi yang dirasakan masyarakat di akar rumput.
“Radikalisme karena tidak ada keadilan. Tidak ada keadilan di tangan rakyat, maka fenomena terorisme dan radikalisme akan muncul. Ini yang dirasakan oleh masyarakat di tingkat bawah sehingga mereka rentan mendapatkan pengaruh dari narasi yang sifatnya memecah belah dan memicu kebencian kepada pengambil kebijakan,” ujar Suyatno.
Prof Solehudin mengatakan konsensus berbangsa yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika seharusnya sudah final dan selesai.
“Semestinya tidak ada lagi wacana mengupayakan berdirinya khilafah atau ideologi semacam itu. Kita berdiri sebagai negara yang menghargai keragaman dan berbagai perbedaan, termasuk dalam pilihan beragama. Ini harus terus diedukasi kepada anak-anak muda kita,” ujarnya.***
No comments:
Post a Comment