Gerakan Kelompok Pro Khilafah Kembali Masif, Masyarakat Harus Waspada - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Tuesday, June 14, 2022

Gerakan Kelompok Pro Khilafah Kembali Masif, Masyarakat Harus Waspada

 


Merdeka.com - Maraknya konvoi dan kampanye ideologi khilafah harus menjadi perhatian serius. Penyebaran paham ini jelas-jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan mendorong agar regulasi menjerat kelompok seperti ini semakin diperkuat. Dia melihat paham ini juga kerap menyasar aparat negara.

"Tema Khilafah mulai ramai kembali. Mereka berlindung atas nama kebebasan berpendapat, ini demokrasi, sehingga mereka menggunakan celah ini untuk menyampaikan propagandanya di tengah masyarakat," kata Ken dalam keterangannya, Jumat (10/6).

Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan karena dapat membahayakan bangsa. Ken menilai pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bukan berarti penyebaran paham negatif berhenti.

"Meski ormas radikal ditindak secara organisasi, sementara orang-orangnya ketika ganti nama mereka bisa melakukan propagandanya kembali dengan nama-nama lain, tutur mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) ini.

Ken berpendapat, kelompok ini kerap berupaya mengambil simpati masyarakat melalui kedok gerakan sosial. Untuk itu, Ken, mengingatkan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan.

"Sehingga yang terjadi masyarakat susah untuk mengidentifikasi dan akhirnya banyak masyarakat yang bersimpati dan bergabung," jelasnya.

Selain soal penajaman regulasi, Ken berharap Kementerian Agama mengkaji aturan terkait sertifikasi penceramah. Tujuannya, kata Ken, sehingga orasi-orasi keagamaan yang ada di masyarakat bisa menyejukkan, mempersatukan antar-umat beragama agar terhindar dari perpecahan.

"Selama ini masih ditemukan orasi-orasi keagamaan mengandung ujaran kebencian, hujatan dan caci maki," tegasnya.

Ken juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar mencari ilmu keagamaan dengan guru yang moderat. Ken juga berpesan masyarakat harus berani menolak bila diajak mengikuti kajian-kajian mengkafirkan orang lain, anti-kebhinekaan, dan merasa paling benar.

"Tolak ukurnya agama adalah akhlak. Kalau kita menjadi rusak, menjadi pemarah, berarti kita belajar dengan guru yang salah," tandasnya.

No comments:

Post a Comment