Keputusan Joko Widodo (Jokowi) memilih ulama sebagai Calon Wakil Presiden merupakan kristalisasi dari aspirasi para ulama dan partai-partai koalisi demi Indonesia yang lebih maju.
Para oposisi telah buta mata dan hati terhadap segala tindakan Jokowi. Ketika Jokowi tidak menggandeng ulama, disebut anti Islam namun ketika Jokowi menggandeng ulama disebut menunggangi ulama dan memainkan politik identitas.
Di media sosial pun beredar konten gambar dan tulisan provokatif terkait menyelamatkan Kyai Ma’ruf Amin dengan tidak memilih Jokowi . Pernyataan tersebut memiliki sentiment negatif terhadap langkah Presiden Jokowi menggandeng KH. Ma’ruf Amin sebagai Cawapres.
Di satu sisi, tindakan Prabowo yang jelas-jelas tidak mematuhi hasil Ijtima Ulama dan memilih Sandiaga Uno, tidak mendapat pernyataan negatif dan hanya direspon dengan menunggu instruksi HRS.
Kyai adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan seluruh golongan. Karena sejatinya Kyai memang milik umat, yang tidak dibatasi oleh ruang-ruang kecenderungan. Oleh sebab itu, logika bahwa menyayangi KH. Ma’ruf Amin dengan tidak memilihnya adalah kesimpulan sepihak dan prematur.
Seorang Kyai adalah sosok yang paling banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat dari semua kalangan.
Seorang Kyai memiliki fokus tujuan bermanfaat bagi orang banyak. Tidak memikirkan uang sekardus 500 miliar atau 1 triliun.
Jadi, sebenarnya yang masuk akal adalah jikalau menyayangi Kyai Ma’ruf maka harus memilih Jokowi-Ma’ruf Amin. Kalau tidak mau memilih Kyai, berarti memang lebih sayang sama uang sekardus.
Sumber : http://kasakusuk.co/fakta-jokowi-pilih-maruf-amin-sebagai-aspirasi-ulama-dan-parpol-koalisi/
No comments:
Post a Comment