JAKARTA – Wacana pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang akan meliburkan sekolah satu bulan penuh selama ramadan menuai kritik dari Pengamat pendidikan, Darmaningtyas. Ia menilai hal itu sudah tidak relevan untuk diterapkan saat ini malah mundur ke 40 tahun lalu.
“Kalau wacana tersebut direalisakan, kita mundur ke belakang 40 tahun lalu,” kata Darmaningtyas dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/3).
Menurut Darmaningtyas, kebijakan sekolah diliburkan selama sebulan penuh di bulan Ramadan telah dicabut di masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef, yang menjabat dari tanggal 1 April 1978 hingga 31 Maret 1983. Saat itu Mendikbud Daoed memang mengeluarkan beberapa kebijakan di dunia pendidikan.
“Di antaranya adalah mengubah dari catur wulan menjadi semesteran, mengubah awal permulaan tahun ajaran baru dari Januari menjadi Juli dan menghapuskan libur puasa sebulan penuh. Tak hanya itu libur usai kenaikkan kelas diperpendek dari satu bulan penuh menjadi hanya dua minggu saja,” ujarnya.
Saat itu Mendikbud Daoed mengeluarkan kebijakan libur puasa untuk anak sekolah hanya tiga hari di awal bulan ramadan, tujuh hingga 14 hari akhir bulan Ramadan dan setelah bulan ramadan.
Darmaningtyas menyebut langkah Mendikbud Daoed mencabut kebijakan libur sebulan penuh di Bulan Ramadan adalah untuk meningkatkan hari efektif sekolah. Hal ini karena di Indonesia sangat banyak libur nasional.
“Sehingga kalau masih harus libur satu bulan penuh selama dalam bulan puasa, maka makin sedikit hari efektif yang kita miliki,” katanya.
Lebih lanjut, Darmaningtyas menilai perspektif yang dipakai Sandiaga bahwa selama bulan puasa dapat dipakai untuk mengikuti kegiatan pesantren kilat dan membangun intensitas hubungan dengan keluarga adalah perspektif elitis, alias perspektif kelas menengah perkotaan.
Menurut Darmaningtyas, bagi kelas bawah atau miskin perkotaan maupun pedesaan, yang hari-harinya dihadapkan pada persoalan survival, libur panjang berarti kesempatan untuk mengajak anak-anak mereka membantu mencari nafkah.
Eranya juga sudah berubah. Pada saat Sandiaga Uno saat bersekolah di SD dulu, kesadaran individu dalam beragama belum setinggi seperti sekarang. Waktu itu orang berpuasa jarang yang sampai akhir, terlebih pada anak-anak, umumnya puasa setengah hari saja, sehingga perlu diberi semacam insentif berupa libur satu bulan penuh agar anak-anak belajar menjalankan ibadah puasa sebulan penuh pula.
“Namun sejak dekade 1990-an, kesadaran individu untuk menjalankan agamanya itu tinggi. Anak-anak dalam lingkungan keluarga baru 1990-an ke sini sudah diajari berpuasa sehari penuh dan sampai satu bulan dengan tetap menjalankan kegiatan rutin mereka sehari-hari,” katanya.
Sementara itu Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf mengaku tak sepakat dengan usulan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang akan meliburkan anak sekolah selama bulan Ramadan, Jika diterapkan, TKN menilai kebijakan itu tidak efektif bagi dunia pendidikan Indonesia.
“Islam itu mengajarkan produktivitas, jadi Nabi Muhammad itu juga nggak berikan pengecualian buat waktu ke waktu, hanya ada satu bulan yang memang istimewa, siapapun yang buat kebaikan akan diberikan pahala yang berlipat-lipat itu artinya bahwa kalau itu diliburkan maka produktivitas akan berkurang, sementara juga umat Islam di Indonesia kan masih dalam hal mayoritas berada ketertinggalan, kalau diliburkan nambah tertinggal lagi. Jadi saya kurang sependapat,” ujar Wakil Sekretaris TKN, Ahmad Rofiq kepada wartawan, Minggu (17/3/2019).
Dia menilai seharusnya saat bulan puasa anak-anak sekolah justru dimaskimalkan belajarnya agar ada keseimbangan antara ibadah dan mencari ilmu.
Rofiq justru mengusulkan agar formasi pendidikan saat bulan Ramadan itu diubah lebih maksimal lagi. Dia meminta agar semua sekolah dan kampus membuat suatu kegiatan agar bulan Ramadan lebih bermakna dibandingkan bulan lainnya.
“Artinya bahwa nggak boleh ada satu kegiatan yang buat bulan ramdahan nggak bermakna, bulan Ramadan harus kerja keras, jangan jadikan bulan Ramadan bulan tidur, bulan yang nggak produktif bulan yang membuat kita kehilangan banyak hal,” usulnya.
Sebelumnya Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merencanakan akan meliburkan sekolah 1 bulan penuh selama puasa. Tujuan libur selama puasa itu agar para siswa bisa memanfaatkan untuk kegiatan pesantren kilat.
“Tentunya ini merupakan satu terobosan agar 1 bulan ini bisa digunakan para siswa untuk mungkin mengikuti pesantren kilat, menggunakan kesempatan ini juga, menghabiskan waktu bersama keluarga, membangun kedekatan keluarga dalam era informasi teknologi yang begitu intensitasnya tinggi,” ujar Sandiaga usai menghadiri konsolidasi juru kampanye nasional BPN Prabowo-Sandi di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Jumat
No comments:
Post a Comment