Ada dua masalah utama yang menjadi sorotan dalam pertemuan jajaran
pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Himpunan Penyewa
Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dengan Presiden Joko Widodo
(Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6) pagi.
Ketua Umum APINDO Haryadi B. Sukamdani mengemukakan, bahwa dalam
kurun waktu terakhir ini, tren dari 10 tahun terakhir adalah yang masuk
itu adalah lebih pada industri padat modal. Industri padat karyanya itu
yang sangat-sangat berkurang banyak. Padahal, rakyat kita ini jumlahnya
265 juta orang, angkatan kerjanya lebih dari 130 juta.
“Ini yang tadi kami sampaikan, perlu kiranya pemerintah untuk melihat
kembali Undang-Undang Ketenagakerjaan karena undang-undang ini selain
sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini,” kata Haryadi
kepada wartawan usai bertemu Presiden Jokowi.
Kalau melihat sekarang, lanjut Ketua Umum APINDO itu, justru
pemain-pemain padat karya yang nilai ekspornya besar itu sudah beralih,
yaitu ke Vietnam, Myanmar, Bangladesh, Srilangka, dan juga Kamboja,
bahkan Laos sekarang sudah mulai bersiap-siap. Nah kita tentunya jangan
sampai berkonsentrasi ke padat modal tapi padat karyanya tidak
ditangani dengan baik.
“Itu kira-kira tadi yang kita bahas inti utama, seperti itu,” ujar Haryadi.
Menurut Haryadi, APINDO dan HIPPINDO memberikan masukan yang masih
menjadi catatan sangat penting kita, masalah regulasi. Kedua asosiasi
ini menilai, regulasi yang ada sekarang ini masih terkotak-kotak, jadi
egosentris dari kementerian/lembaga itu. Termasuk tadi dibahas masih
tidak terkonsentrasinya misalnya contohnya adalah dana promosi.
“Dana promosi kita semua lembaga punya dan akhirnya sebetulnya tidak
punya relevansinya. Sehingga pada saat kita akan melakukan promosi itu
tidak maksimal,” terang Haryadi seraya menambahkan, Presiden bilang
kalau dikumpulkan dana promosi kita itu ada Rp26 triliun. Lalu juga dana
riset yang juga tersebar padahal kalau dikumpulkan dana riset itu bisa
mencapai Rp27 triliun.
“Jadi ini yang ke depan yang menurut saya adalah perlu kita bahas,” kata Haryadi.
Perpajakan
Selain masalah-masalah di atas, menurut Ketua Umum APINDO Haryadi B.
Sukamdani, juga dibahas masalah perpajakan, menyampaikan bahwa sekarang
ini yang paling utama sebetulnya adalah untuk membahas masalah
Undang-Undang PPn (Papajak Pertambahan Nilai) dan PPH (Pajak
Penghasilan).
“Jadi yang terkait dengan hal itu lebih mendesak untuk kita selesaikan ketimbang ketentuan umum perpajakan,” ucap Haryadi.
APINDO dan HIPPINDO, lanjut Haryadi, menilai sebetulnya dengan
kondisi yang seperti sekarang ini terjadi dimana di bawah Kementerian
Keuangan, telah terjadi sinergi yang sangat baik antara Direktorat
Jenderal Pajak dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Karena itu, APINDO dan HIPPINDO menili, wacana untuk membuat badan
baru penerimaan keuangan negara sudah tidak relevan lagi. Karena
sekarang pun sudah berjalan. “Oleh karena itu, juga kami menyampaikan
sebaiknya kita fokus kepada pembahasan di PPn dan PPH supaya langsung
dampaknya bisa dirasakan oleh kita semua,” ucap Haryadi.
No comments:
Post a Comment